Untuk Gusman
Tanggal 2 Mei 2016, saya ditraktir nonton AADC 2 oleh seorang sahabat yang kebetulan mampir ke Jogja. Seperti kebanyakan penonton, sepulang nonton kami berbincang di kedai kopi pinggir jalan. Hal pertama yang menjadi testimoninya tentang film yang baru saja ditonton adalah “Keren, ya film seperti itu tidak mempermasalahkan tetek-bengek. Maksudnya, pas di satu adegan, kita bisa melihat bahwa Alya adalah seorang Kristen. Kebanyakan film Islam menyuguhkan banyak kesempurnaan. Kebaikan yang terlalu banyak ditonjolkan, dan melupakan bahwa sebenarnya manusia itu tidak begitu (sempurna).” Kurang lebih begitu dia bilang. Dia menanti jawabanku, aku tidak bisa berkata apapun, tetapi sejujurnya banyak yang berputar-putar di kepala.
Pertama, kita harus membedakan mana fiksi serius mana fiksi populer. Fiksi populer memberikan hiburan dan nilai eskapisme bagi pembaca/penontonnya. Mengangkat hal-hal yang tetek-bengek menjadi sebuah hal yang harus diseriusi. Katakanlah bahwa kemunafikan Cinta dalam AADC menjadi sebuah permasalahan serius dalam percintaan dan persahabatannya, sederhananya, jika Cinta tidak se-munafik itu mungkin cerita AADC tidak mungkin diangkat ke layar lebar.
Kedua, peminat fiksi pop adalah orang-orang yang juga pop. Dan orang-orang pop ini adalah orang-orang yang malas memikirkan hal-hal serius. Ketiga, fiksi pop menghindari hal-hal serius semacam politik, sejarah, dan agama. Sederhananya, jika penonton dipaksa menonton tema-tema serius mereka lebih memilih masuk perpustakaan ketimbang ke bioskop.
Efek dari fiksi populer akan lebih besar lagi bagi penontonnya. Penonton atau pembaca pop akan lebih mudah menjadi seorang sosialis, apakah itu berbahaya? Jelas saja, pononton pop akan mudah terpengaruh oleh tontonannya, yang diciptakan oleh kelompok-kelompok tertentu yang menguasai ‘media’nya, penonton akan tertutup dengan wacana-wacana lain di luar ideologis tontonan/bacaannya. Itulah mengapa, penonton pop akan menjadi sosialis untuk bacaannya tapi individualis di luar bacaannya. Contohnya begini, penonton AADC akan merasa sangat simpati terhadap hubungan Cinta-Rangga, mereka jadi tidak lagi perlu memikirkan wacana perbedaan faham politik ataupun agama, kenapa? Karena itu tidak perlu dipikirkan, itu tidak mengibur malah menciptakan perpecahan. Ingat, peminat pop selalu menjungjung tinggi nilai C-I-N-T-A.
Efek dari fiksi populer akan lebih besar lagi bagi penontonnya. Penonton atau pembaca pop akan lebih mudah menjadi seorang sosialis, apakah itu berbahaya? Jelas saja, pononton pop akan mudah terpengaruh oleh tontonannya, yang diciptakan oleh kelompok-kelompok tertentu yang menguasai ‘media’nya, penonton akan tertutup dengan wacana-wacana lain di luar ideologis tontonan/bacaannya. Itulah mengapa, penonton pop akan menjadi sosialis untuk bacaannya tapi individualis di luar bacaannya. Contohnya begini, penonton AADC akan merasa sangat simpati terhadap hubungan Cinta-Rangga, mereka jadi tidak lagi perlu memikirkan wacana perbedaan faham politik ataupun agama, kenapa? Karena itu tidak perlu dipikirkan, itu tidak mengibur malah menciptakan perpecahan. Ingat, peminat pop selalu menjungjung tinggi nilai C-I-N-T-A.
***